"ALIRAN SESAT" GERAKAN THEOSOFI DI INDONESIA
Menarik membaca buku “Gerakan Theosofi di
Indonesia,” hasil penelitian peneliti muda Zionisme Indonesia, Artawijaya.
Ketika membaca buku ini sekilas, saya jadi makin percaya jika gerakan Zionisme
dan gerakan Yahudi Ideologis—meminjam istilah Wartawan Senior, MU Salman—memang
ada di tanah air. Namun, di tulisan kali ini, penulis tidak akan menyoroti
jejak rekam Zionisme maupun orang-orang Yahudi yang bercokol di Nusantara, utamanya
Jakarta dan sekitarnya, karena hal ini sudah banyak peneliti-peneliti Zionisme
di Jakarta yang telah banyak membahasnya. Namun, di tulisan kali ini penulis
akan mencoba sedikit membahas—mengingat keterbatasan data—tentang jejak rekam
gerakan zionisme maupun Yahudi ideologis di Aceh.
Gerakan Zionisme dan
orang-orang Yahudi yang muncul di Aceh, bisa diteliti pergerakannya di bumi
Serambi Mekkah ini saat Vereenigde Oostindsche Company (VOC)
menjejakkan kakinya ke Aceh. Sesampainya di Aceh, mereka juga tidak lupa untuk
membangun sebuah Loge/Loji yang dijadikan sebagai sarana beribadah dan menjadi
tempat rapat sekaligus menjadi tempat merumuskan agenda kerja VOC. Loji ini
sendiri bernama Prins Frederic yang digunakan sejak tahun 1878. Loji ini
dipakai oleh Vritmeselarij atau Freemasonry, sebuah organisasi Zionis Yahudi
berpengaruh dunia setelah Illuminati, yang juga kebanyakannya bekerja di
pemerintahan kolonial Hindia Belanda atau VOC. Menurut Artawijaya (2010), yang
diketahui sebagai aktivis Loji Prins Frederic ini adalah Bro. (Brother,
pen) H.C Teunissen.
Terkait jejak dan data terakhir tentang
keberadaan gerakan Zionis Yahudi dan orang-orang Yahudi itu sendiri, silahkan
pembaca untuk membaca artikel penulis sebelumnya berjudul “Adakah Jejak
Yahudi di Aceh?” di situs ini. Saat itu penulis memakai nama pena.
Selain digunakan sebagai markasnya Freemasonry
juga bisa jadi VOC, loji ini juga dipakai oleh gerakan Theosofi atau gerakan
kebathinan Yahudi yang dicetus oleh Madame Blavatsky dan berdiri resmi di
Adhyar, India pada 3 April 1905. Dan saat ini disebutkan jika gerakan
kebathinan ini masih tetap bergerak dengan Mrs. Radha Burnier sebagai
pemimpinnya (Gerakan Theosofi di Indonesia, hal. 20).
Lantas, kenapa penulis bisa menarik benang merah
jika gerakan Theosofi bisa hadir juga di Aceh dan bisa jadi bermarkas di Loji
Prins Frederic? Dari buku “Gerakan Theosofi di Indonesia,” penulis
mengetahui jika ternyata, Loji-loji Freemasonry juga sering digunakan oleh
kelompok Theosofi untuk mengadakan ceramah dan ritual khas mereka. “Ini
disebabkan karena kebanyakan anggota Freemasonry adalah sekaligus juga anggota
Theosofi,” Artawijaya menjelaskan di dalam bukunya “Gerakan Theosofi di
Indonesia.”
Selain itu, meski penulis tidak memiliki data
yang akurat dan lengkap mengenai hal ini, namun penulis berkesimpulan jikalau
Snouck Hurgronje seorang orientalis yang juga sempat bertugas di Aceh bisa jadi
juga sebagai kaki tangan kelompok yang satu ini. Karena seperti kita ketahui
bersama Snouck memiliki misi untuk menghapuskan Islam di Aceh atau setidaknya
menjadikannya hanya sebagai ritual atau ibadah semata. Fungsi Jihad dihilangkan
sama sekali dalam jiwa rakyat Aceh. Dan hal ini sesuai dengan misi kedua
gerakan Kabbalis ini (Freemason dan Theosofi). Selain itu juga, Snouck juga bertugas
merekrut para anak muda pribumi dan mempengaruhi pola pikir mereka. Dan hal ini
berhasil, Snouck berhasil mendorong para pemuda itu untuk menaruh minat kepada
pendidikan dan kebudayaan barat.
Lantas siapa Snouck?
Snock Hurgronjer |
Snouck Hurgronje lahir pada
8 Februari 1857 di Oosterhout, Belanda. Ia adalah anak keempat dari seorang
pendeta. Meskipun demikian, awalnya Snouck adalah anak hasil kumpul kebo, yang
pada akhirnya orangtuanya menikah setelahnya, yakni pada tahun 1855. Ia sempat
menjabat sebagai penasihat untuk urusan pribumi pemerintahan kolonial di Hindia
Belanda dan sempat ditugaskan ke Aceh pada 8 Juli 1891 dan berpangkalan di Ulee
Lheue, yang menjadi markas Belanda untuk mencari titik kelemahan rakyat Aceh.
Selain itu, Snouck juga sering disebut sebagai
plagiator yang menyalin pepatah Mesir yang dibuat oleh Abdurrahman Effendi. Tak
hanya itu, ia juga terbukti menjiplak seratus halaman mentah-mentah laporan
pembantunya Aboebakar Djajadiningrat, tanpa disebut sekali pun namanya di dalam
bagian kedua buku Mecca: In the Letter Part of the 19th Century. Ini
menurut hasil penelitian Van Koningsveld pada 16 November 1979. Itulah Snouck
sebenarnya. Ia (Snouck) juga sempat mengatakan dengan penuh kebencian di dalam
laporannya ke Pemerintah Kolonial Hindia Belanda bahwa manusia Aceh sebagai
biadab, kotor dan suka berhubungan seks liar. (Fakta dan Data Yahudi di
Indonesia Dulu dan Kini, hal. 99).
Tentang siapa Snouck Hurgronje, penulis
merekomendasikan pembaca untuk membaca buku “Gerilya Salib di Serambi
Mekkah dari Zaman Portugis hingga Paska Tsunami” (Pustaka Al-Kautsar;
2006) dan terkait penipuan-penipuan yang dilakukan Snouck bisa merujuk buku “Fakta
dan Data Yahudi di Indonesia Dulu dan Kini” (Khalifa; 2006).
Begitulah gerakan Zionisme tanpa kita sadari juga
telah berhasil masuk ke bumi Aceh, Serambi Mekkah. Dan untuk tulisan singkat
ini, ini hanyalah asumsi penulis semata yang merangkum jejak gerakan Yahudi
ideologis yang berada di Aceh, yang penulis dapatkan dan rangkum dari hasil
penelitian para peneliti Zionisme di Indonesia. Selain itu, ini hanyalah
sebagai umpan dari sebuah pancingan kepada para peneliti maupun para sejarahwan
Aceh untuk meneliti hal ini lebih lanjut. Karena hal ini juga tidak kalah pentingnya
untuk dikaji oleh kita semua rakyat Aceh, khususnya dan para rakyat Indonesia
pada umumnya. Wallahua’lam bisshawab.
Tidak ada komentar
Posting Komentar